Dari sekadar mahasiswi di awal usia 20-an, Camila Vallejo menjelma menjadi tokoh oposisi paling berpengaruh di Chile. Aksinya memimpin demonstrasi jutaan rakyat Chile membuat pejabat di Kementerian Kebudayaan dan Kepolisian dipecat dari posisi masing-masing.
"Sejak masa Subcomandante Marcos dari Zapatista, belum pernah lagi Amerika Latin terpesona dengan seorang pemimpin perlawanan," tulis The Guardian, koran Inggris. Kali ini, pemimpin perlawanan itu tak menggunakan topeng, cangklong, dan senjata, melainkan cincin di hidung.
Komandan Camila, begitu panggilannya, adalah Presiden Ikatan Mahasiswa Universidad de Chile, universitas paling berpengaruh di negeri tetangga Argentina itu. Selama seabad lebih sejarah universitas ini, Camila adalah perempuan kedua menduduki posisi itu.
Terlahir dari pasangan orang tua yang aktif di Partai Komunis, Camila tak butuh lama untuk turut aktif dalam kegiatan politik. Dia terdaftar sebagai kader Pemuda Komunis Chile. Awal tahun ini, Camila memimpin ikatan mahasiswa di negeri yang terkenal kuat dengan tradisi gerakan kiri, setelah lama diperintah diktator militer Augusto Pinochet itu.
"Selama bertahun-tahun, anak muda Chile telah menjadi korban model neoliberal yang mengagungkan konsumerisme dan pencapaian personal. Semua tentang saya, saya, saya. Tak ada banyak empati untuk yang lain," kata Camila di kantornya yang dihiasi foto ukuran besar Karl Marx.
Dari awalnya demonstrasi kecil di dekat kampus, aksi-aksi mahasiswa Universidad de Chile bersama sejumlah mahasiswa universitas lain menggelembung menjadi aksi massa nasional. Dari sekadar isu sederhana meminta pendidikan gratis, demonstrasi kemudian membesar hingga ke tuntutan mundur Presiden Sebastian Pinera. Jadilah ini aksi terbesar di Chile sejak era Pinochet.
Meski dikenal dengan tradisi kiri yang kuat, sistem pendidikan Chile lebih dikuasai oleh sektor swasta yang diwarisi dari era Pinochet. Daily Beast menulis, gelar sarjana adalah milik elite. Banyak pelajar putus sekolah, mencapai 52 persen, sedangkan utang, biayanya harus ditanggung selama satu dekade. Dan Pinera, presiden sekarang yang datang dari kubu kanan, menjadi sasaran empuk dari keputusasaan rakyat Chile hari ini.
Awalnya respons pemerintah dan tentu saja aparatnya, polisi, sangat keras. Kepala kepolisian Chile kemudian dipecat, bahkan seorang pejabat di Kementerian Kebudayaan yang menulis di Twitter "Bunuh perempuan itu dan musnahkan jasadnya" dipecat pula dari posisinya.
Mahasiswa pun diundang oleh Kementerian Pendidikan untuk berdialog mengenai tuntutannya. Namun, aksi massa terus dilakukan, sejak Mei hingga Oktober 2011, sudah lebih dari 30 aksi besar-besaran yang diikuti ratusan ribu orang. Presiden pun akhirnya mengundang Camila bernegosiasi.
Hanya dalam beberapa bulan, Camila menjadi cerita kepahlawanan baru di Amerika Latin, memiliki 300.000 follower di Twitter dan puluhan ribu penggemar di Facebook Page. Di Internet, Camila juga menjadi sensasi sendiri. Di Korea Selatan, penggemarnya membuat akun Twitter khusus mengenai dia. Popularitas bahkan melebihi sang Presiden sendiri.
Wajah cantiknya mempesona rakyat, sampai musisi di Amerika Latin pun memperbincangkannya. Seorang penyanyi ternama Argentina Kevin Johansen sampai menulis di Twitter, "Camila adalah milik saya."
"Kami semua cinta padanya," kata Wakil Presiden Bolivia, Álvaro García Linera. Saat pertemuan pemimpin muda Bolivia, Garcia pun meminta pemuda Bolivia meniru aksi Camila di Chile. "Ada seorang pemimpin muda dan cantik, yang memimpin anak muda dalam perlawanan," kata Garcia.
Camila sendiri sadar dengan kecantikannya. "Dia dapat menjadi pelengkap, mereka datang mendengarkan saya, karena penampakan saya. Namun, lalu saya menjelaskan ide-ide saya. Sebuah gerakan sebagai sebuah sejarah tak bisa dirangkum hanya dalam istilah-istilah permukaan," katanya.
Dan Presiden Chile sudah menawarkan Camila dan kawan-kawannya peningkatan jumlah beasiswa dan anggaran pendidikan. Namun, ternyata bukan ini yang dicari Camila. "Tindakan ini bagus, namun bukan perubahan struktural," kata Camila sambil menghisap sebatang rokok. "Kami ingin mengubah model pembangunan." (Sumber: Guardian, Daily Beast, Wikipedia, art)
Nih dia foto foto doi :
Sumber
Vanvans 04 Nov, 2011"Sejak masa Subcomandante Marcos dari Zapatista, belum pernah lagi Amerika Latin terpesona dengan seorang pemimpin perlawanan," tulis The Guardian, koran Inggris. Kali ini, pemimpin perlawanan itu tak menggunakan topeng, cangklong, dan senjata, melainkan cincin di hidung.
Komandan Camila, begitu panggilannya, adalah Presiden Ikatan Mahasiswa Universidad de Chile, universitas paling berpengaruh di negeri tetangga Argentina itu. Selama seabad lebih sejarah universitas ini, Camila adalah perempuan kedua menduduki posisi itu.
Terlahir dari pasangan orang tua yang aktif di Partai Komunis, Camila tak butuh lama untuk turut aktif dalam kegiatan politik. Dia terdaftar sebagai kader Pemuda Komunis Chile. Awal tahun ini, Camila memimpin ikatan mahasiswa di negeri yang terkenal kuat dengan tradisi gerakan kiri, setelah lama diperintah diktator militer Augusto Pinochet itu.
"Selama bertahun-tahun, anak muda Chile telah menjadi korban model neoliberal yang mengagungkan konsumerisme dan pencapaian personal. Semua tentang saya, saya, saya. Tak ada banyak empati untuk yang lain," kata Camila di kantornya yang dihiasi foto ukuran besar Karl Marx.
Dari awalnya demonstrasi kecil di dekat kampus, aksi-aksi mahasiswa Universidad de Chile bersama sejumlah mahasiswa universitas lain menggelembung menjadi aksi massa nasional. Dari sekadar isu sederhana meminta pendidikan gratis, demonstrasi kemudian membesar hingga ke tuntutan mundur Presiden Sebastian Pinera. Jadilah ini aksi terbesar di Chile sejak era Pinochet.
Meski dikenal dengan tradisi kiri yang kuat, sistem pendidikan Chile lebih dikuasai oleh sektor swasta yang diwarisi dari era Pinochet. Daily Beast menulis, gelar sarjana adalah milik elite. Banyak pelajar putus sekolah, mencapai 52 persen, sedangkan utang, biayanya harus ditanggung selama satu dekade. Dan Pinera, presiden sekarang yang datang dari kubu kanan, menjadi sasaran empuk dari keputusasaan rakyat Chile hari ini.
Awalnya respons pemerintah dan tentu saja aparatnya, polisi, sangat keras. Kepala kepolisian Chile kemudian dipecat, bahkan seorang pejabat di Kementerian Kebudayaan yang menulis di Twitter "Bunuh perempuan itu dan musnahkan jasadnya" dipecat pula dari posisinya.
Mahasiswa pun diundang oleh Kementerian Pendidikan untuk berdialog mengenai tuntutannya. Namun, aksi massa terus dilakukan, sejak Mei hingga Oktober 2011, sudah lebih dari 30 aksi besar-besaran yang diikuti ratusan ribu orang. Presiden pun akhirnya mengundang Camila bernegosiasi.
Hanya dalam beberapa bulan, Camila menjadi cerita kepahlawanan baru di Amerika Latin, memiliki 300.000 follower di Twitter dan puluhan ribu penggemar di Facebook Page. Di Internet, Camila juga menjadi sensasi sendiri. Di Korea Selatan, penggemarnya membuat akun Twitter khusus mengenai dia. Popularitas bahkan melebihi sang Presiden sendiri.
Wajah cantiknya mempesona rakyat, sampai musisi di Amerika Latin pun memperbincangkannya. Seorang penyanyi ternama Argentina Kevin Johansen sampai menulis di Twitter, "Camila adalah milik saya."
"Kami semua cinta padanya," kata Wakil Presiden Bolivia, Álvaro García Linera. Saat pertemuan pemimpin muda Bolivia, Garcia pun meminta pemuda Bolivia meniru aksi Camila di Chile. "Ada seorang pemimpin muda dan cantik, yang memimpin anak muda dalam perlawanan," kata Garcia.
Camila sendiri sadar dengan kecantikannya. "Dia dapat menjadi pelengkap, mereka datang mendengarkan saya, karena penampakan saya. Namun, lalu saya menjelaskan ide-ide saya. Sebuah gerakan sebagai sebuah sejarah tak bisa dirangkum hanya dalam istilah-istilah permukaan," katanya.
Dan Presiden Chile sudah menawarkan Camila dan kawan-kawannya peningkatan jumlah beasiswa dan anggaran pendidikan. Namun, ternyata bukan ini yang dicari Camila. "Tindakan ini bagus, namun bukan perubahan struktural," kata Camila sambil menghisap sebatang rokok. "Kami ingin mengubah model pembangunan." (Sumber: Guardian, Daily Beast, Wikipedia, art)
Nih dia foto foto doi :
Spoiler:
Sumber
No comments:
Post a Comment