Tuesday, February 23, 2010

Jadi Pemimpin Harus Kaya Dulu

Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat menggelar Pesta Demokrasi kepada Saudara-saudara saya yang ada di Kota Pasuruan, semoga dalam Pilwali 7 Juli 2010 mendatang, Insya Allah dapat berjalan dengan aman dan lancar.
Baik masa pra maupun pasca pencontrengan, mudah-mudahan seluruh warga Kota Pasuruan selalu dalam perlindungan Allah SWT sampai terpilihnya pemimpin baru di daerahnya.

Terkait dengan adanya Jadwal Pilwali Kota Pasuruan diatas, ada beberapa hal yang perlu dicermati oleh segenap elemen masyarakat, baik yang berdomisili di Kota Pasuruan maupun seluruh Warga Negara Indonesia pada umumnya. Dan artikel kali ini kenapa saya beri judul Jadi Pemimpin Harus Kaya Dulu karena sangat erat kaitannya dengan proses Pemilihan Kepala Daerah yang selesai dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia.

Banyak yang perlu dipelajari dari berbagai kasus yang terjadi dalam Penyelenggaraan Pilkada di berbagai daerah di Indonesia, seperti money politic, jual beli hak suara, manuver para calon yang berkoalisi sana sini, hingga pengerahan massa saat kampanye yang sering dinilai berlebihan oleh beberapa pihak, dan tentunya merugikan bagi sebagian orang lainnya. Kalau saya sebutkan semua rasanya akan panjang sekali artikel ini dan mungkin memberatkan sebagian pembaca untuk berlama-lama menatap tulisan ini.

Karena pertimbangan diatas, saya hanya ingin menyoroti praktek money politic yang kerap kali terdengar di telinga kita saat banyak media membicarakan Pemilihan Kepala Daerah di beberapa daerah di Indonesia, bahkan mungkin saya kira tak ada yang "bersih" dari berita miring tersebut, selalu saja ada rumor-rumor yang berhembus menyebutkan bahwa Pasangan A menggunakan kekuatan uang untuk memenangkan Pilkada di Daerahnya, Pasangan B mengerahkan massa di luar daerahnya, terutama yang berbatasan dengan daerah tersebut untuk ikut memilih dan memberikan suaranya, Adanya "serangan fajar" yang sering dilakukan oleh tim sukses pasangan calon maupun donatur salah satu pasangan calon untuk "membeli" rakyat yang memilihnya agar memilih pasangan tertentu. Dan banyak lagi praktek-praktek pembodohan untuk merebut kekuasaan yang bernama Kepala Daerah.

Rasanya cukup sulit memang untuk menghilangkan praktek tersebut di setiap Pemilihan Kepala Daerah, bahkan rasanya belum mungkin dilakukan mengingat masyarakat kita sendiri yang cuek dengan calon pemimpinnya, bagaimana saya gak bilang cuek, saat ditanya "bapak mendukung siapa?" dijawab dengan entengnya tanpa dosa : "saya pilih yang 'ngasih' paling banyak lah". Kalau sudah seperti itu tentu dimanfaatkan oleh para tim sukses pasangan calon dengan memberikan apa yang mereka butuhkan, apalagi kalau bukan uang uang dan uang. Bahkan tak jarang ada yang memberikan lebih daripada uang, mungkin dibelikan TV di Pos Rondanya, tapi kemudian ditarik lagi karena perolehan suara di tempat tersebut tidak sesuai harapan, ada yang memberikan bantuan sembako dengan dalih hibah karena ingin mengakali peraturan Pilkada yang menyebutkan bahwa pasangan calon tidak boleh memberikan sesuatu apapun dalam bentuk apapun terhadap para calon pemilih. Biasanya hal ini dilakukan oleh para tim sukses pasangan calon, tapi bodohnya di tiap-tiap paket sembako tersebut tertera gambar dan no. urut pasangan calon yang dijagokan.

Lanjut yang menjadi sorotan penting lainnya adalah, fenomena dari Calon Kepala Daerah yang "menitipkan" dokumen-dokumen maupun surat berharga lainnya di Bank untuk dijaminkan dan uang pinjaman dari Bank tersebutlah yang digunakan untuk biaya selama masa kampanye sampai proses pemilihan, bahkan para Calon masih terus mengeluarkan biaya pasca pemilihan untuk "kegiatan-kegiatan" yang kurang bermanfaat. Nah tampaknya para pihak terkait dalam hal ini KPU dan Panwaslu harus memberikan atensi lebih guna mengantisipasi kemungkinan munculnya praktek money politic dalam Pesta Demokrasi di daerahnya. Tentunya masih segar dalam ingatan kita kejadian lucu namun ironis yang menimpa salah satu Calon Kepala Daerah di salah satu Kabupaten di Jawa Timur beberapa waktu yang lalu, kala itu sang mantan calon kepala daerah menjadi gila dan sempat terkspose dengan hanya memakai celana dalam berjalan mengelilingi kampung, meskipun akhirnya dapat disembuhkan selang beberapa bulan berikutnya, usut punya usut ternyata dia tidak sanggup membayar hutangnya yang begitu banyak di Bank akibat kekalahan dalam Pilkada di Daerahnya.

Dari contoh diatas sekiranya dapat menjadikan KPU maupun Panwaslu lebih aktif dan responsif untuk melakukan pendekatan kepada masing-masing pasangan calon agar tetap melakukan hal-hal yang sesuai dengan koridor dan peraturan hukum yang berlaku, karena saya yakin sosialisasi peraturan sudah sangat sering digembar-gemborkan kepada para pasangan calon, namun kali ini dengan pendekatan lebih persuasif nampaknya akan lebih mempunyai dampak positif walaupun hal ini juga rawan kritik karena dapat menimbulkan kecurigaan dari berbagai elemen masyarakat terutama LSM yang menduga adanya ketidak netralan Panwaslu dan KPU dalam menjalankan tugasnya.

Hal lain yang dapat dilakukan oleh Panwaslu dalam mengantisipasi adanya fenomena diatas adalah membentuk tim kecil yang bertugas melakukan penyelidikan terhadap aset yang dimilik para pasangan calon, baik yang masih "aman" disimpan dirumah maupun yang sudah menjadi "objek pemeliharaan" Bank, dan nampaknya dalam hal ini Pemerintah harus memberikan perhatian lebih dengan merevisi beberapa peraturan yang dianggap dapat menjadi celah bagi para pasangan calon untuk melakukan praktek-praktek tersebut diatas.

Meskipun dalam hal ini faktor SDM dari masyarakat juga penting mengingat sudah sangat sulit rasanya merubah budaya "main duit" dalam penyelenggaraan Pilkada, pembelajaran terhadap masyarakat rasanya mustahil dilakukan karena yang mereka butuhkan saat ini adalah sesuatu yang bersifat temporer seperti uang untuk memnuhi kebutuhan sehari-hari, sandang pangan untuk digunakan meneruskan kehidupan merekan yang pas-pasan, walaupun mereka tidak tahu nasib lima tahun mendatang seperti apa? Dan rasanya tidak salah apabila saya mengungkapkan bahwa Indonesia Lepas Dari Korupsi 50 Tahun Lagi, bahkan Mungkin 50 Tahun Belum Cukup meskipun Solusi Pemberantasan Korupsi Ala Blogger begitu banyak beredar dan ditemukan di dunia maya sebagai bentuk dari perlawanan para Blogger Indonesia untuk membinasakan koruptor yang sudah membunuh bangsa ini secara perlahan-lahan.

Untuk itu kenapa Jadi Pemimpin Harus Kaya Dulu, hal tersebut tak lepas dari kekuatan finansial para Calon Kepala Daerah yang harus mumpuni selama proses awal hingga akhir Pemilihan Kepala Daerah, agar tidak terjadi hal-hal yang saya sebutkan diatas, lebih-lebih hal memalukan yang "tidak sengaja" dicontohkan salah satu mantan Calon Kepala Daerah yang gila karena mikirin hutang. Dan apabila sudah terpilih nantinya, dirinya tidak perlu susah-susah merekayasa proyek abal-abal maupun merencanakan kegiatan-kegiatan yang tujuannya hanya untuk menyerap anggaran APBD tanpa bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat yang memilihnya, tentunya tujuan tersebut selain daripada mengganti biaya selama masa kampanye yang sudah barang tentu tidak sedikit.

Kaya dalam hal ini tidak saja dalam finansial, aspek spiritual pun harus diperhatikan. Mempunyai jiwa yang kaya dapat menjadikan seseorang sportif dalam bertanding, dan bersedia mengakui kekalahan meskipun sakit dan tentu saja menghabiskan banyak biaya, namun untuk penjelasan tentang kaya spiritual tidak akan saya ungkapkan disini karena saya bukan seorang yang pantas membicarakannya. Dan tentu saja difinisi kaya secara spiritual tersebut berbeda-beda meskipun saya yakin semua masih dalam satu garis besar, yakni sikap mental yang siap untuk menang dan siap untuk kalah. Siap menjalankan roda kepemimpinan di daerahnya dengan penuh inovasi serta harus mampu memenuhi janji-janjinya selama kampanye dulu apabila Tuhan menghendaki kemenanagn untuknya. Dan siap untuk menerima kekalahan serta tetap memberikan sumbangsih pikirannya demi kemajuan bersama daerahnya, meskipun tak sedikit juga yang mengalah untuk menyiapkan kekuatan lebih besar lima tahun mendatang.

Nah untuk saudara-saudaraku yang ada di Kota Pasuruan, kenalilah calon pemimpinmu dan hargailah dirimu sendiri dengan harga yang sangat tinggi. Tak perlu lagi mengharapkan adanya "amplop putih" dari Pak RT maupun pembagian sembako dengan embel-embel harus memilih pasangan calon tertentu, kalaupun tidak bisa menolak terima saja, namun beripikirlah bahwa lima tahun mendatang kalian harus sejahtera dipimpin oleh orang yang kalian pilih. Seorang Pemimpin yang benar-benar mengerti keadaan rakyatnya dan pintar dalam mengambil keputusan. Seorang pemimpin yang tidak hanya memikirkan bagaimana cara untuk mengembalikan modal kampanyenya dan membiarkan jalan-jalan yang menjadi urat nadi perekonomian rakyatnya bolong disana sini, seorang pemimpin yang dapat bersedia "turun gunung" saat rakyatnya merindukan petuah-petuahnya dan seorang pemimpin yang selalu ingat bahwa setiap nyawa yang dipimpinnya harus dipertanggungjawabkan kelak dihadapan-Nya. [agusta27]

Artikel ini saya ikut sertakan dalam kontes menulis dengan  tema "solusi pemberantasan korupsi ala blogger" yang diselenggarakan oleh ceritainspirasi.net dan bekerja sama dengan penerbit buku PT. Delta Media.

No comments:

Post a Comment

 

KENJI Sponsored by kentu